Bogor (Dikdas): Berdasarkan sebuah survey yang digelar pada 2007-2008 tentang kegiatan membaca dan menulis dikalangan anak usia SMP dan SMA di negara-negara ASEAN, Indonesia menempati posisi mengecewakan. Untuk kegiatan membaca, siswa-siswi Indonesia rata-rata membaca lima buku sastra setahun. Sementara pelajar Thailand, Singapura, dan Malaysia 15 buku sastra setahun.
Menurut Drs. Jintan Hutapea, Kasubag Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, hal demikian terjadi lantaran adanya kekeliruan dalam proses belajar mengajar di sekolah. “Berdasarkan beberapa survey, pengajaran di sekolah lebih dominan mengajarkan dan berfokus pada tata bahasa,” ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Jumat malam 5 Oktober 2012.
Siswa, tambahnya, kurang mengapresiasi sastra. Ia kemudian menyitir ungkapan sastrawan Taufik Ismail untuk menggambarkan kondisi demikian: masyarakat rabun membaca dan pincang menulis.
Untuk kegiatan menulis atau mengarang, pelajar Indonesia juga kalah jauh. Siswa SMP Indonesia menulis lima karangan setahun. Sementara pelajar Malaysia, Thailand, dan Singapura menghasilkan 25-30 karangan setahun.
Jintan berharap, usai mengikuti Lokakarya Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra (MMAS) bagi guru SMP/MTs, guru menjadi motor penggerak dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di daerahnya masing-masing. Ilmu yang didapat dari para nara sumber diharapkan mampu membekali guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan kepada siswa-siswinya.
Dengan banyaknya siswa mengapresiasi sastra, lanjut Jintan, tidak akan ada lagi tawuran siswa. Maka ia berharap ilmu yang dimiliki peserta Lokakarya ditularkan kepada guru-guru di sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar