Jakarta – Indonesia mendapatkan Penghargaan Aksara King Sejong dari UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization), atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penghargaan tersebut akan diberikan di Paris, Perancis, pada 6 September. Direktur Pembinaan dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ella Yulaelawati, akan menerima langsung penghargaan tersebut.
|
Ella mengatakan, pengakuan internasional ini tidak didapatkan dengan mudah, melainkan melalui proses yang panjang sejak tahun 2008. Menurutnya, ada dua kebanggaan dalam penghargaan ini. “Pertama, pekerjaan para tutor keaksaraan dan penyelenggara PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) diakui secara internasional. Kedua, saya bisa memberi kebanggaan kepada stakeholder saya,” ujar wanita berkacamata ini.
Ella juga menjelaskan, sesuai penetapan UNESCO tentang Prakarsa Keaksaraan untuk Pemberdayaan atau Literacy Initiative for Empowerment (LIFE) atau dalam konteks bahas Indonesia disebut Akrab! yang merupakan singkatan dari Aksara Agar Berdaya, berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengentaskan keaksaraan di Indonesia. Hal inilah yang akan dijelaskan Ella dalam pidatonya di Paris nanti.
Dalam melakukan upaya tersebut, Ella menerangkan, ia menerapkan rumus 5 R, yaitu Redesigning, Reliability, Resource, Refocus, dan Research. Dengan bersemangat, Ella menjelaskan satu persatu konsep 5 R tersebut di ruangannya, (3/9). Redesigning yaitu dengan mendesain ulang kompetensi keaksaraan, dan meningkatkan materi pembelajaran. Reliability yaitu dengan memerhatikan reliabilitas dan validitas data untuk memverifikasi populasi orang dewasa yang ada dan memilah gender buta huruf di semua daerah.
“Yang selalu saya lakukan adalah memperbaiki data di kalangan internasional. Saya pernah mendatangi UNESCO Institute di Hamburg demi memperbaiki data. Karena data dari UNESCO selalu mengambil dari 2009 ke bawah,” tuturnya.
Selanjutnya adalah Resource, yaitu berbagi sumber daya antara pemerintah pusat dan daerah. Ini dilakukan dalam rangka mendapatkan anggaran untuk program keaksaraan dua kali lipat sebagai konsekuensi dari percepatan dalam peningkatan melek huruf.
Kemudian ada Refocus, yaitu kembali fokus untuk berbagi tanggung jawab dalam peningkatan melek huruf, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang fokus pada bidang tertentu di masing-masing provinsi, terutama yang memiliki populasi tinggi untuk orang dewasa yang buta huruf. Terakhir, Research, yaitu penelitian, evaluasi dan monitoring untuk mengembangkan, menyampaikan dan mendokumentasikan informasi yang komprehensif tentang praktik keaksaraan dan perbaikan di berbagai wilayah budaya dan kontekstual. (DM).
Sumber : Kemdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar