Jathil (Penari Kuda) Reog Kelana Sewandana
“Hamba
akan bersemedi minta petunjuk Dewa. Setelah itu hamba akan menghadap ayahanda
untuk menyampaikan keinginan hamba.”
Demikianlah,
tiga hari tiga malam Dewi Sanggalangit bersemedi. Pada hari keempat ia
menghadap ayahandanya.
“Ayahanda,
calon suami hamba harus mampu menghadirkan suatu tontonan yang menarik.
Tontonan atau keramaian yang belum ada sebelumnya. Semacam tarian yang diiringi
tabuhan dan gamelan. Dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus
empat puluh ekor. Nantinya akan dijadikan iringan pengantin. Terakhir harus
dapat menghadirkan binatang berkepala dua.”
“Wah
berat sekali syaratmu itu!” sahut Baginda.
Meski
berat syaratnya itu tetap diumumkan kepada segenap khalayak ramai. Siapa saja
boleh mengikuti sayembara itu. Tidak peduli para pangeran, putera bangsawan
atau rakyat jelata.
Dewi Sanggalangit
Para pelamar yang tadinya menggebu-gebu untuk memperistri Dewi Sanggalangit jadi ciut nyalinya. Banyak dari mereka yang mengundurkan diri karena merasa tak sanggup memenuhi permintaan sang Dewi.
Akhirnya
tinggal dua orang yang menyatakan sanggup memenuhi permintaan Dewi
Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja
Kelana Sewandana dari Kerajaan Bantarangin.
Baginda
Raja sangat terkejut mendengar kesanggupan kedua raja itu. Sebab Raja
Singabarong adalah manusia yang aneh. Ia seorang manusia yang berkepala
harimau. Wataknya buas dan kejam. Sedang Kelana Sewandana adalah seorang raja
yang berwajah tampan dan gagah, namun punya kebiasaan aneh, suka pada anak
laki-laki. Anak laki-laki itu dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.
Namun
semua sudah terlanjur, Dewi Sanggalangit tidak bisa menggagalkan persyaratan
yang telah diumumkan.
Raja
Singabarong dari Kerajaan Lodaya memerintah dengan bengis dan kejam. Semua
kehendaknya harus dituruti. Siapa saja dari rakyatnya yang membangkang tentunya
akan dibunuh. Raja Singabarong bertubuh tinggi besar. Dari bagian leher ke atas
berwujud harimau yang mengerikan. Berbulu lebat dan penuh dengan kutu-kutu.
Itulah sebabnya ia memelihara seekor burung merak yang rajin mematuki
kutu-kutunya.
Ia
sudah mempunyai selir yang jumlahnya banyak sekali. Namun belum mempunyai
permaisuri. Menurutnya sampai detik ini belum ada wanita yang pantas menjadi
permaisurinya, kecuali Dewi Sanggalangit dari Kediri. Karena itu ia sangat
berharap dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit.
Raja
Singabarong telah memerintahkan kepada para abdinya untuk mencarikan kuda-kuda
kembar. Mengerahkan para seniman dan seniwatinya menciptakan tontonan yang
menarik, dan mendapatkan seekor binatang berkepala dua. Namun pekerjaan itu
ternyata tidak mudah. Kuda kembar sudah dapat dikumpulkan, namun tontonan
dengan kreasi baru belum tercipta, demikian pula binatang berkepala dua belum
didapatkannya.
Tari Reog Ponorogo
Maka
pada suatu hari ia memanggil patihnya yang bernama Iderkala.
“Hai
Patih coba kamu selidiki sampai bagaimana si Kelana Sewandana mempersiapkan
permintaan Dewi Sanggalangit. Kita jangan sampai kalah cepat oleh Kelana Sewandana.”
Patih
Iderkala dengan beberapa prajurit pilihan segera berangkat menuju kerajaan Bantarangin
dengan menyamar sebagai seorang pedagang. Mereka menyelidiki berbagai upaya
yang dilakukan oleh Raja Kelana Sewandana. Setelah melakukan penyelidikan
dengan seksama selama lima hari mereka kembali ke Lodaya.
“Ampun
Baginda. Kiranya si Kelana Sewandana hampir berhasil mewujudkan permintaan Dewi
Sanggalangit. Hamba lihat lebih dari seratus ekor kuda kembar telah dikumpulkan.
Mereka juga telah menyiapkan tontonan yang menarik, yang sangat menakjubkan.”
Patih Iderkala melaporkan.
“Wah
celaka! Kalau begitu sebentar lagi dia dapat merebut Dewi Sanggalangit sebagai
istrinya.” kata Raja Singabarong. “Lalu bagaimana dengan binatang berkepala
dua, apa juga sudah mereka siapkan?”
“Hanya
binatang itulah yang belum mereka siapkan. Tapi nampaknya sebentar lagi mereka
dapat menemukannya.” sambung Patih Iderkala.
Raja
Singabarong menjadi gusar sekali. Ia bangkit berdiri dari kursinya dan berkata
keras.
“Patih
Iderkala! Mulai hari ini siapkan prajurit pilihan dengan senjata yang lengkap.
Setiap saat mereka harus siap diperintah menyerbu ke Bantarangin.”
Demikianlah,
Raja Singabarong bermaksud merebut hasil usaha keras Raja Kelana Sewandana.
Setelah mengadakan persiapan yang matang, Raja Singabarong memerintahkan
prajurit mata-mata untuk menyelidiki perjalanan yang akan ditempuh Raja Kelana
Sewandana dari Wengker menuju Kediri. Rencananya Raja Singabarong akan menyerbu
mereka di perjalanan dan merampas hasil usaha Raja Kelana Sewandana untuk
diserahkan sendiri kepada Dewi Sanggalangit.
Raja
Kelana Sewandana yang memerintah kerajaan Wengker berwajah tampan dan bertubuh
gagah. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana. Namun ada wataknya yang tidak
baik, ia suka mencumbui anak laki-laki. Ia menganggap anak laki-laki yang
berwajah tampan dan bertubuh molek itu seperti gadis-gadis remaja. Hal ini
sangat mencemaskan pejabat kerajaan dan para pendeta. Menimbulkan kesedihan
bagi para rakyat yang harus kehilangan anak laki-lakinya sebagai pemuas nafsu
Raja.
Patih
Pujangganong dan pendeta istana sudah berusaha menasehati Raja agar
meninggalkan kebiasaan buruknya itu namun saran mereka tiada gunanya. Raja
tetap saja mengumpulkan puluhan anak laki-laki yang berwajah tampan.
Pada
suatu hari Raja Kelana Sewandana memanggil semua pejabat kerajaan dan para
pendeta. Ia berkata bahwa ia akan menghentikan kebiasaannya jika dapat
memperistri Dewi Sanggalangit dari Kediri. Sebab semalam ia mimpi bertemu
dengan gadis cantik jelita itu dalam tidur. Menurut para Dewa gadis itulah yang
akan menghentikan kebiasaan buruknya mencumbui anak laki-laki.
Seluruh
pejabat dan pendeta menyetujui kehendak Raja yang ingin memperistri Dewi
Sanggalangit. Maka ketika mereka mendengar persyaratan yang diajukan Dewi
Sanggalangit, mereka tiada gentar, seluruh kawula kerajaan, baik para pejabat,
seniman, rakyat biasa rela bekerja keras guna memenuhi permintaan Dewi
Sanggalangit.
Tari Reog Ponorogo
Karena
mendapat dukungan seluruh rakyatnya maka dalam tempo yang tidak begitu lama
Raja Kelana Sewandana dapat menyiapkan permintaan Dewi Sanggalangit. Hanya
binatang berkepala dua yang belum didapatnya. Patih Pujangganong yang bekerja
mati-matian mencarikan binatang itu akhirnya angkat tangan, menyatakan ketidaksanggupannya
kepada Raja.
“Tidak
mengapa!” kata Raja Kelana Serwandana. ”Soal binatang berkepala dua itu aku
sendiri yang akan mencarinya. Sekarang tingkatkan kewaspadaan, aku mencium
gelagat kurang baik dari kerajaan tetangga.”
“Maksud
Baginda?” tanya Patih Pujangganong penasaran.
“Coba
kau menyamar jadi rakyat biasa, berbaurlah dengan penduduk di pasar dan
keramaian lainnya.”
Perintah
itu dijalankan, maka Patih Pujangganong mengerti maksud Raja. Ternyata ada
penyusup dari kerajaan Lodaya. Mereka adalah para prajurit pilihan yang
menyamar sebagai pedagang keliling. Patih Pujangganong yang juga mengadakan
penyamaran serupa akhirnya dapat mengorek keterangan secara halus apa maksud prajurit
Lodoya itu datang ke Bantarangin.
Prajurit
Lodaya merasa girang setelah mendapatkan keterangan yang diperlukan. Ia
bermaksud kembali ke Lodoya. Namun sebelum melewati perbatasan, anak buah Patih
Pujangganong sudah mengepungnya, karena prajurit itu melawan maka terpaksa para
prajurit Bantarangin membunuhnya.
Patih
Pujangganong menghadap Raja Kelana Sewandana.
“Apa
yang kau dapatkan?” tanya Raja Kelana Sewandana.
“Ada
penyusup dari kerajaan Lodaya yang ingin mengorek keterangan tentang usaha
Baginda memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja Singabarong hendak
merampas usaha Baginda dalam perjalanan menuju Kediri.”
“Kurang
ajar!“ sahut Raja Kelana Sewandana. “Jadi Raja Singabarong akan menggunakan
cara licik untuk memperoleh Dewi Sanggalangit. Kalau begitu kita hancurkan
kerajaan Lodaya. Siapkan bala tentara kita.”
Sementara
itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari prajurit mata-mata yang dikirim
ke Bantarangin nampak gelisah. Ia segera memerintahkan Patih Iderkala menyusul
ke perbatasan. Sementara dia sendiri segera pergi ke tamansari untuk menemui si
burung merak, karena pada saat itu kepalanya terasa gatal sekali.
“Hai
burung merak! Cepat patukilah kutu-kutu di kepalaku!” teriak Raja Singabarong
dengan gemetaran menahan gatal.
Burung
merak yang biasa melakukan tugasnya segera hinggap di bahu Raja Singabarong
lalu mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singabarong.
Patukan-patukan
si burung merak terasa nikmat, asyik, bagaikan buaian sehingga Raja Singabarong
terlena dan akhirnya tertidur. Ia sama sekali tak mengetahui keadaan di luar
istana. Karena tak ada prajurit yang berani melapor kepadanya. Memang sudah
diperintahkan kepada prajurit bahwa jika ia sedang berada di tamansari siapapun
tidak boleh menemui dan mengganggunya, jika perintah itu dilanggar maka
pelakunya akan dihukum mati.
Karena
tertidur ia sama sekali tak mengetahui jika di luar istana pasukan Bantarangin
sudah datang menyerbu dan mengalahkan prajurit Lodaya. Bahkan Patih Iderkala
yang dikirim ke perbatasan telah binasa lebih dahulu karena berpapasan dengan
pasukan Bantarangin.
Ketika
peperangan itu sudah merembet ke dalam istana dekat tamansari barulah Raja
Singabarong terbangun karena mendengan suara ribut-ribut. Sementara si burung
merak masih terus bertengger mematuki kutu-kutu dikepalanya, jika dilihat
sepintas dari depan Raja Singabarong seperti binatang berkepala dua yaitu
berkepala harimau dan burung merak.
“Hai
mengapa kalian ribut-ribut?” teriak Raja Singabarong.
Tak
ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang yang tak lain adalah Raja
Kelana Sewandana. Raja Bantarangin itu tahu-tahu sudah berada di hadapan Raja
Singabarong.
Raja
Singabarong terkejut sekali. “Hai Raja Kelana Sewandana mau apa kau datang
kemari?”
“Jangan
pura-pura bodoh!” sahut Raja Kelana Sewandana. “Bukankah kau hendak merampas
usahaku dalam memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit!”
“Hem,
jadi kau sudah tahu!” sahut Raja Singabarong dengan penuh rasa malu.
“Ya,
maka untuk itu aku datang menghukummu!” berkata demikian Raja Kelana Sewandana
mengeluarkan kesaktiannya. Diarahkan ke bagian kepala Raja Singabarong.
Seketika kepala Singabarong berubah. Burung merak yang bertengger di bahunya
tiba-tiba melekat jadi satu dengan kepalanya sehingga Raja Singabarong
berkepala dua.
Raja
Singabarong marah bukan kepalang, ia mencabut kerisnya dan meloncat menyerang
Raja Kelana Sewandana. Namun Raja Kelana Sewandana segera mengayunkan cambuk
saktinya bernama Samandiman. Cambuk itu dapat mengeluarkan hawa panas dan
suaranya seperti halilintar.
“Jhedhaaar…!”
begitu terkena cambuk Samandiman, tubuh Raja Singabarong terpental,
menggelepar-gelepar di atas tanah. Seketika tubuhnya terasa lemah dan anehnya
tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi binatang aneh, berkepala dua yaitu kepala
harimau dan merak. Ia tidak dapat berbicara dan akalnya telah hilang. Raja
Kelana Sewandana segera memerintahkan prajurit Bantarangin untuk menangkap
Singabarong dan membawanya ke negeri Bantarangin.
Beberapa
hari kemudian Raja Kelana Sewandana mengirim utusan yang memberitahukan Raja
Kediri bahwa ia segera datang membawa persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja
Kediri langsung memanggil Dewi Sanggalangit.
“Anakku
apa kau benar-benar bersedia menjadi istri Raja Kelana Sewandana?”
“Ayahanda…
apakah Raja Kelana Sewandana sanggup memenuhi persyaratan hamba?”
“Tentu
saja, dia akan datang dengan semua persyaratan yang kau ajukan. Masalahnya
sekarang, tidakkah kau menyesal menjadi istri Raja Kelana Sewandana?”
“Jika
hal itu sudah jodoh hamba akan menerimanya. Siapa tahu kehadiran hamba
disisinya akan merubah kebiasaan buruknya itu.” tutur Dewi Sanggalangit.
Seni Reog Ponorogo
Demikianlah,
pada hari yang ditentukan datanglah rombongan Raja Kelana Sewandana dengan
kesenian Reog sebagai pengiring. Raja Kelana Sewandana datang dengan iringan
seratus empat puluh empat ekor kuda kembar, dengan suara gamelan, gendang dan
terompet aneh yang menimbulkan perpaduan suara aneh, merdu mendayu-dayu.
Ditambah lagi dengan hadirnya seekor binatang berkepala dua yang menari-nari
liar namun indah dan menarik hati. Semua orang yang menonton bersorak
kegirangan, tanpa terasa mereka ikut menari-nari dan berjingkrak-jingkrak
kegirangan mengikuti suara musik.
Demikianlah,
pada akhirnya Dewi Sanggalangit menjadi permaisuri Raja Kelana Sewandana dan
diboyong ke Bantarangin di Wengker. Wengker adalah nama lain sebelum dinamakan Ponorogo
sehingga di kemudian hari kesenian Reog itu disebut Reog Ponorogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar