JAKARTA. Pemerintah siap menerapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada tahun 2015. KKNI merupakan penjenjangan kualifikasi, dan kompetensi tenaga kerja yang menyandingkan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan, serta pengalaman kerja. Melalui skema ini, seseorang yang memiliki keterampilan dengan tingkat tertentu dapat disetarakan dengan sarjana (S1), bahkan doktor (S3).
KKNI terdiri dari sembilan jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1 (satu) sebagai jenjang terendah sampai dengan 9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi. Seorang pekerja dengan jabatan operator, yang telah berpengalaman dan mengikuti sejumlah pelatihan kerja dapat disetarakan hingga diploma 1. Sedangkan teknisi atau analis yang memiliki jenjang 6 dapat disetarakan dengan sarjana, dan seorang ahli dengan jenjang 9 dapat disandingkan dengan seorang doktor.
“KKNI disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja,” ucap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi, pada kegiatan Sosialisasi KKNI dalam Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja, Rabu (14/8).
Pada kegiatan yang diikuti oleh 19 kementerian tersebut, Lydia menguraikan bahwa kualifikasi yang terdiri dari 9 jenjang merupakan tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional. KKNI terdiri atas dua bagian yaitu deskripsi umum dan deskripsi spesifik.
Deskripsi umum mendeskripsikan karakter, kepribadiaan, sikap berkarya, etika, moral yang berlaku pada setiap jenjang. Sedangkan deskripsi spesifik mendeskripsikan cakupan keilmuan (science), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how) dan keterampilan (skill) yang dikuasai seseorang bergantung pada jenjangnya.
Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Wartanto mengatakan berdasarkan Keppres Nomor 8 tahun 2012 tentang KKNI, penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pengalaman kerja dengan jenjang kualifikasi pada KKNI mempertimbangkan bidang dan lama pengalaman kerja, tingkat pendidikan, serta pelatihan kerja yang telah diperoleh. “Capaian pembelajaran dinyatakan dalam bentuk ijazah dan sertifikat kompetensi,” imbuh Wartanto.
Ia juga menegaskan bahwa KKNI merupakan upaya komprehensif untuk mensinkronkan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam memetakan kebutuhan tenaga kerja dan kompetensi yang harus dimiliki. “Proyeksi kebutuhan tenaga kerja harus mengacu pada potensi masing-masing daerah,” ucapnya.
Persiapan penerapan KKNI ini sejalan dengan potensi ekonomi Indonesia di masa mendatang. Dengan pertumbuhan yang relatif stabil pertahun, Indonesia diperkirakan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam beberapa kesempatan menyebutkan, di tahun tersebut Indonesia membutuhkan 130 juta tenaga terampil. (Yohan Rubiyantoro/HK
Sumber : Dirjen PAUDNI
Sumber : Dirjen PAUDNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar