Bogor --- Menjadi penyuluh budaya bukanlah pekerjaan mudah. Untuk masuk ke sebuah lingkungan masyarakat, komunitas, dan kantong-kantong budaya terkecil, diperlukan komitmen yang kuat dan integritas dari pribadi masing-masing. Tidak peduli usia muda atau tua, semua bisa menjadi penyuluh budaya.
Mickhael Yaung, pemuda asal Papua yang lolos seleksi penyuluh budaya non PNS berbagi cerita betapa kuatnya keinginan dia untuk mempertahankan budaya daerah asalnya. Menurutnya, saat ini budaya asli Papua telah terkikis oleh masuknya budaya Melayu ke dalamnya. Salah satu pemikiran Yaung untuk mempertahankan budaya daerahnya adalah melalui pendekatan berbasis sekolah. "Anak-anak muda di Papua sudah mulai meninggalkan bahasa daerah, sudah banyak menggunakan budaya melayu. Jadi perlu ada pendekatan dari sekolah," kata Yaung usai pembukaan pembekalan penyuluh budaya non PNS di Bogor, Jawa Barat, Minggu (18/11).
Melalui program penyuluh budaya non PNS, Yaung ingin membantu pemerintah untuk memperhatikan dan mengangkat kekayaan budaya di Papua. Pemuda berusia 24 tahun ini berjuang gigih untuk sampai pada tahap pembekalan yang sedang dilakoninya saat ini bersama 99 peserta lainnya. Dia telah mengalahkan 40 pendaftar lain yang ingin menjadi penyuluh budaya asal Papua. "Saya sudah melewati seleksi berkas, seleksi tertulis, dan wawancara, bersama 40an orang yang juga mendaftar," ujarnya.
Lulusan Universitas Cenderawasih Papua ini ingin mengangkat kembali seni tari, seni rupa ukir-ukiran, dan bahasa daerahnya melalui sekolah. Yang penting menurutnya, saat siswa tahu dan mengerti budayanya saat itulah mereka tahu jati dirinya.
Sama seperti Yaung, Aponno Isak Julianus, penyuluh asal Ambon, Maluku, juga melihat adanya pengikisan nilai budaya di lingkungan masyarakat Ambon. Dia melihat perang antar agama yang telah terjadi di Ambon merupakan salah satu dampak dari penghapusan penilik budaya pada 1997 silam. "Di Maluku belakangan sering terjadi konflik karena hilangnya budaya sopan santun. Hidup kekerabatan antara muslim dan nonmuslim hilang. Padahal dulu sangat erat," tuturnya.
Aponno sendiri telah 29 tahun berkecimpung dalam dunia kebudayaan. Sebagai seorang purnabakti pegawai negeri sipil (PNS), Aponno telah merasakan lika liku perkembangan budaya di daerahnya. Aponno tercatat sebagai penyuluh tertua dalam kelompok program penyuluh budaya non PNS tahun 2012. Aponno akan berbagi dan memberi motivasi kepada peserta lain, disamping tugas utamanya memberi motivasi kepada masyarakat tentang kebudayaan. "Motivasi saya, karena ini tahun pertama, saya ingin tahu sejauh mana pamong budaya bisa mengangkat harkat budaya di masyarakat," katanya.
Aponno memiliki kerangka acuan pengembangan budaya, tidak hanya tentang seni, Ia juga ingin mensosialisasikan cagar budaya agar bisa dilestarikan. Menurutnya, wisatawan asing maupun domestik datang ke Maluku bukan hanya melihat pantai, tapi juga sisa peninggalan purbakala. Jadi pelestarian aset peninggalan sejarah juga harus dilakukan. (AR-JR)
Sumber :Kemdikbud
Sumber :Kemdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar